AHLAN WA SAHLAN

Friday, December 10, 2010

Habib Munzir Al Musawwa : Pandangan tentang sifat marah dari sisi marah yang wajib, sunnah, mubah, makruh ,dan haram

1. wajib jika kalian melihat kemungkaran maka hendaknya ia menegurnya dg tangannya, jika tidak maka dengan ucapannya, jika tidak maka dengan hatinya, dan itulah selemah lemah iman (Shahih Bukhari)

makna ahadits ini adalah bukan dg caci maki, tapi dengan marah karena Allah swt.

2. sunnah sunnah adalah berpahala jika dilakukan dan tidak berdosa jika tak dilakukan. contoh marah yg sunnah : ketika dikabarkan pada Rasul saw bahwa salah seorang sahabat memanjangkan bacaan suratnya saat shalat, maka Rasul saw marah dan terlihat jelas diwajahnya, seraya berkata : “Sungguh kalian ini membuat orang melarikan diri dari kita (munaffirun) membuat orang menghindar dari islam..!!, barangsiapa yg menjadi imam hendaknya ia meringankan bacaannya dan tidak memanjangkannya..!”(Shahih Bukhari). marah untuk hal ini sunnah, yaitu menegur imam agar jangan memberatkan makmum, namun jika kita diam maka tak berdosa, karena Rasul saw marah dalam hadits ini buikan pada hal yg haram, tapi pada hal yg makruh, karena makruh Imam memanjangkan suratnya saat shalat, kecuali jika dikehendaki makmum, namun jika ia memanjangkannya dengan tdk disukai makmumpun hukumnya tidak haram, tapi makruh saja, maka marah dalam hal seperti ini sunnah, tidak wajib, karena yg wajib adalah marah pada hal hal yg kewajiban yg diingkari.

3. Mubah Mubah adalah dilakukan dan ditinggalkan tidak mendapat pahala. dalilnya adalah Abubakar shiddiq ra marah pada Abdurrahman yg telah diperintahnya menyuguhi tamu namun tamunya tak mau makan, maka ketika Abubakar shiddiq ra pulang maka ia marah pada Abdurrahman kenapa tamunya belum makan?, maka ABdurrahman berkata : Tanya sendiri pada tamumu.., tamu pun berkata kami tak mau makan sebelum kau datang, maka Abubakar shiddiq ra berkata : “belum pernah kulihat malam seburuk malam ini..!” (Shahih Bukhari),

maksudnya adalah ia sangat kecewa karena tamunya menunggunya sampai larut malam, maka marah dalam hal seperti ini boleh saja, tak dosa dan tak berpahala. terkecuali jika ia mencaci maka jatuh pada hal yg haram,

4. Makruh makruh adalah jika dilakukan tak mendapat pahala namun jika tak dilakukan mendapat pahala marah dalam hal ini contohnya adalah sa’ad ra berkata : “kalau aku melihat ada pria bersama (seranjang) dg istriku maka aku akan memukulnya dengan pedang ini (tanpa menunggu hakim mengadilinya), maka Rasul saw bersabda : “kalian lihat cemburunya Sa’ad ?, sungguh aku lebih cemburu dari sa’ad, dan ALlah lebih cemburu dari aku” (Shahih Bukhari).

marah seperti ini makruh, karena ia marah yg menyimpang dari syariah, dan jika ia betul betul melakukannya yyaitu membunuh pria jika bersetubuh dg istrinya maka haram hukumnya karena mengadili tanpa hakim, namun ucapannya seperti itu tanpa diperbuat, hukumnya makruh, maka Rasul saw segera membelokkan pembahasan bahwa Beliau saw lebih cemburu dari saad, dan Allah lebih cemburu dari Rasul saw, maksudnya Rasul saw lebih tak suka ummatnya bermaksat, lebih lebih Allah swt.

5. haram haram adalah jika diperbuat mendapat dosa jika tak diperbuat tak mendapat pahala. marah yg haram yaitu marah dg mencaci, sabda Rasul saw : “Mencaci orang muslim adalah fasiq, dan memeranginya adalah kufur” (Shahih Bukhari)..

0 komentar:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Host